Kedudukan Jepang semakin terdesak
oleh Sekutu dalam Perang Dunia II di Asia Pasifik. Kondisi Jepang semakin
melemah ketika pada bulan februari 1944, pasukan-pasukan Amerika berhasil
mengusir Jepang dari Kwajalein di kepulauan Marshall, dan serangan-serangan
pengeboman B-29 terhadap Jepang dimulai pada bulan Juni. Pada bulan yang sama,
angkatan laut pihak Jepang menderita suatu kekalahan yang melumpuhkan dalam
pertempuran di laut Filipina. Pada bulan Juli, pihak Jepang kehilangan
pangkalan laut mereka di Saipan (kepulauan Mariana), yang mengakibatkan
terjadinya krisis kabinet di Jepang. Tojo meletakkan jabatan dan Jenderal
Kuniaki Koiso menggantikannya sebagai perdana menteri (1944-1950).
Pada tanggal 7 September 1944
Koiso menjanjikan kemerdekaan kepada Indonesia. Janji dikemukakan di depan
Parlemen Jepang, dengan tujuan untuk menarik simpati Indonesia. Sebagai
pembuktiannya, ia mengijinkan pengibaran bendera merah putih di kantor-kantor,
tetapi harus berdampingan dengan bendera Jepang. Kondisi Jepang yang semakin
terdesak oleh Sekutu justru menguntungkan bangsa Indonesia. Jepang akhirnya
memberikan kesempatan bangsa Indonesia mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.
a. Pembentukan Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)
Pada tanggal 1 Maret 1945,
panglima pemerintahan di Jawa Jenderal Kumakici Harada mengumumkan pembentukan
Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Dokuritsu Junbi Coosokai. BPUPKI
bertujuan untuk menyelidiki hal-hal penting yang berhubungan dengan persiapan
kemerdekaan Indonesia. BPUPKI diketuai oleh Dr. K.R.T. Radjiman Wediodiningrat.
Selama masa berdirinya BPUPKI mengadakan sidang sebanyak dua kali. Sidang
pertama pada tanggal 29 mei- 1 Juni 1945 merumuskan
dasar negara dan sidang kedua pada tanggal 10-16 juli 1945 membahas batang
tubuh Undang-Undang Dasar Negara Indonesia. Sidang pertama membahas tentang
perumusan dasar negara dengan mendengarkan pidato beberapa tokoh pergerakan
seperti Mohammad Yamin, Mr. Soepomo, dan Ir. Sukarno. Sidang kedua membahas
rencana Undang-Undang Dasar (UUD). Sidang ini juga membicarakan mengenai bentuk
negara. Wacana yang muncul dalam persidangan mengenai bentuk Negara adalah
bentuk republik atau kerajaan. Pada akhirnya, mayoritas peserta sidang setuju
dengan bentuk republik.
b. Pembentukan PPKI
BPUPKI yang telah menyelesaikan
tugasnya kemudian dibubarkan dan digantikan dengan Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Jenderal Terauchi menyetujui pembentukan Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau Dokuritsu
Jumbi Inkai sebagai ganti BPUPKI pada tanggal 7 Agustus 1945. Tugas utama PPKI adalah mempersiapkan segala
sesuatu berkaitan dengan keperluan pergantian kekuasaan. Pada tanggal 9 Agustus
Jenderal Terauchi memanggil 3 tokoh nasional yakni Ir. Sukarno, Drs. Mohammad
Hatta, dan Dr. Radjiman Widyodiningrat. Mereka bertiga dipanggil ke
Saigon/Dalat (Vietnam) untuk menerima informasi tentang kemerdekaan Indonesia.
Pelaksanaan kemerdekaan akan dapat dilakukan dengan segera. Wilayah Indonesia
adalah seluruh wilayah bekas jajahan Hindia Belanda.
c. Peristiwa Rengasdengklok
Pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945
Amerika Serikat menjatuhkan bom atom di kota Hirosima dan Nagasaki. Kedua Bom
atom tersebut mengakibatkan korban jiwa yang sangat besar dan menghancurkan
berbagai fasilitas. Pemerintah Jepang benar-benar dalam kesulitan. Pada tanggal
15 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu. Ketiga tokoh
bangsa Indonesia yang dipanggil Pemerintah Jepang telah kembali ke tanah air.
Keadaan politik di Indonesia telah terjadi perubahan sangat drastis. Para tokoh
yang terus mengikuti perkembangan perang dunia II mempunyai ide untuk segera
memproklamasikan kemerdekaan, tanpa menunggu keputusan Jepang. Perbedaan
pendapat sempat terjadi dalam mengambil keputusan kapan proklamasi kemerdekaan
dinyatakan. Perbedaan pendapat terjadi antara golongan tua atau para tokoh
PPKI, dengan golongan muda yang terwakili dalam beberapa perkumpulan. Golongan muda mendesak agar Indonesia
segera memproklamirkan kemerdekaan, sementara golongan tua menghendaki
proklamasi menunggu perkembangan keputusan Jepang. Golongan tua beralasan untuk
menghindari pertumpahan darah, mengingat pasukan Jepang masih banyak yang ada
di Indonesia. Para anggota PPKI seperti Sukarno dan Hatta tetap menginginkan
proklamasi dilakukan sesuai mekanisme PPKI. Mereka beralasan bahwa kekuasaan
Jepang di Indonesia belum diambil alih. Golongan muda tetap menginginkan
proklamasi kemerdekaan dilaksanakan sesegera mungkin. Para pemuda mendesak agar
Sukarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan secepatnya. Mereka beralasan
bahwa saat itu Indonesia sedang mengalami kekosongan kekuasaan (vacum of power). Pertentangan pendapat
antara golongan tua dan golongan muda inilah yang melatarbelakangi terjadinya
peristiwa Rengasdengklok. Sikap golongan muda diputuskan
dalam rapat di Pegangsaan Timur Jakarta pada tangal 15 Agustus 1945. Rapat ini
dihadiri oleh Chairul Saleh, Djohar Nur, Kusnandar, Subadio, Subianto, Margono,
Armansyah, dan Wikana. Rapat yang dipimpin Chairul Saleh ini memutuskan bahwa
kemerdekaan Indonesia adalah hak dan masalah rakyat Indonesia sendiri, bukan
menggantungkan kepada pihak lain.
Keputusan rapat kemudian
disampaikan oleh Darwis dan Wikana kepada Soekarno dan Hatta di Pegangsaan
Timur No.56 Jakarta. Golongan muda mendesak mereka untuk memaklumatkan
Proklamasi Kemerdekaan pada tanggal 16 Agustus 1945. Namun, Soekarno tetap
bersikap keras pada pendiriannya bahwa proklamasi harus dilaksanakan melalui PPKI.
Oleh karena itu, PPKI harus segera menyelenggarakan rapat. Pro dan kontra yang mencapai
titik puncak inilah akhirnya mengantarkan terjadinya peristiwa Rengasdengklok.
Golongan muda memutuskan membawa Sukarno dan Hatta ke luar Jakarta dengan
tujuan untuk menjauhkan Sukarno dan Hatta dari pengaruh Jepang. Golongan muda
memilih Shodanco Singgih untuk melaksanakan pengamanan terhadap Sukarno dan
Hatta. Sukarno dan Hatta kemudian dibawa ke Rengasdengklok yang ada di sebelah
Timur Jakarta. Di Jakarta terjadi dialog antara
golongan muda yang diwakili oleh Wikana dan golongan tua Ahmad Subardjo. Dialog
tersebut mencapai kata sepakat bahwa Proklamasi Kemerdekaan harus dilaksanakan
di Jakarta, dan diumumkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Ahmad Subardjo ke Rengasdengklok
dalam rangka menjemput Sukarno dan Hatta setelah dialog tersebut. Kepada para
golongan muda, Ahmad Subardjo memberi jaminan bahwa Proklamasi Kemerdekaan akan
diumumkan pada tanggal 17 Agustus 1945, dan selambat-lambatnya pukul 12.00.
Adanya jaminan tersebut membuat Cudanco Subeno selaku Komandan Kompi PETA
Rengasdengklok bersedia melepaskan Sukarno dan Hatta untuk kembali ke Jakarta
dalm rangka mempersiapkan kelengkapan untuk melaksanakan Proklamasi
Kemerdekaan.
d. Perumusan Teks Proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Sukarno dan Hatta akhirnya
menyetujui Proklamasi Kemerdekaan segera dikumandangkan. Sukarno dan Hatta tiba
di Jakarta pada pukul 23.00, lalu menuju rumah kediaman Laksamada Maeda.
Pertemuan di rumah Laksamana Maeda dianggap tempat yang aman dari ancaman
tindakan militer Jepang, karena Maeda adalah Kepala Kantor Penghubung Angkatan
Laut di daerah kekuasaan Angkatan Darat. Di kediaman Maeda itulah rumusan teks
proklamasi disusun. Sukarni, Mbah Diro, dan BM.Diah dari golongan muda hadir
dalam pertemuan itu untuk menyaksikan perumusan teks proklamasi. Berdasarkan
pembicaraan antara Sukarno, Hatta, dan Ahmad Subardjo, diperoleh rumusan teks
proklamasi yang ditulis tangan oleh Sukarno yang berbunyi:
Proklamasi :
Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan Kemerdekaan Indonesia.
Hal-hal jang mengenai pemindahan kekuasaan, dll, diselenggarakan dengan tjara
saksama dan dalam tempoh jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen’05
Atas nama bangsa Indonesia
Soekarno/Hatta
e. Proklamasi Kemerdekaan
Pagi hari tanggal 17 agustus 1945
di rumah Sukarno di Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta sudah dipadati oleh massa
menjelang pembacaan teks proklamasi. Dr. Muwardi memerintahkan kepada Latief
Hendraningrat untuk menjaga keamanan pelaksanaan upacara. Latif dalam
melaksanakan pengamanan dibantu oleh Arifi Abdurrahman untuk mengantisipasi
gangguan tentara Jepang. Di tempat lain, Fatmawati mempersiapkan bendera yang
dijahit dengan tangan. Ukuran bendera tersebut masih belum standar seperti
ukuran bendera saat ini.
Upacara dipimpin oleh Latief
Hendraningrat tanpa protokol. Latief segera memimpin barisan untuk berdiri
dengan sikap sempurna. Sukarno juga mempersiapkan diri, kemudian beliau menuju
mikrofon. Sebelum membacakan teks proklamasi, Sukarno membacakan pidato
singkat. Sukarno membacakan teks proklamasi setelah pidato singkatnya
disampaikan. Latief dan Suhud mengibarkan bendera merah putih secara
perlahan-lahan setelah pembacaan proklamasi selesai. Bendera merah putih
dinaikan dan diiringi lagu Indonesia Raya yang secara spontan dinyanyikan oleh
para hadirin. Upacara ditutup dengan sambutan Wakil Walikota Suwiryo dan
Muwardi. Dengan demikian, prosesi upacara proklamasi kemerdekaan selesai
dilaksanakan. Proklamasi kemerdekaan ini merupakan tonggak berdirinya negara
Republik Indonesia yang berdaulat.
0 Komentar