Indonesia Dalam Panggung Dunia - Rangkuman Materi Sejarah

Indonesia Dalam Panggung Dunia, Rangkuman Materi Sejarah - Politik luar negeri RI disebut politik bebas dan aktif. Bebas artinya menentukan jalan sendiri, tidak terpengaruh oleh pihak manapun juga; aktif artinya ikut serta secara aktif dalam menciptakan perdamaian dunia dan bersahabat dengan semua bangsa. Beberapa peran aktif di berbagai peristiwa seperti melaksanakan Konferensi Asia Afrika, aktif dalam Gerakan Non Blok, membentuk ASEAN, dan mengirim Pasukan Garuda ke berbagai wilayah konflik di dunia.

A. Landasan Ideal dan Konstitusional Politik Luar Negeri Bebas Aktif

Landasan ideal dalam pelaksanaan politik luar negeri Indonesia adalah Pancasila yang merupakan dasar negara Indonesia. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dijadikan sebagai pedoman dan pijakan dalam melaksanakan politik luar negeri Indonesia. Sedangkan landasan konstitusional dalam pelaksanaan politik luar negeri Indonesia adalah Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 alinea pertama “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan” dan alinea keempat”. 

“dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial...”.

Tujuan politik luar negeri bebas aktif adalah untuk mengabdi kepada tujuan nasional bangsa Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat yang menyatakan: “Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial….”

Ketetapan MPRS No. XII/ MPRS/1966 tanggal 5 Juli 1966 tentang penegasan kembali landasan kebijaksanaan politik luar negeri Indonesia. Selanjutnya landasan operasional kebijakan politik luar negeri RI dipertegas lagi dalam Ketetapan MPR No. IV/MPR/1973 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara tanggal 22 Maret 1973.

B. Politik Luar Negeri Bebas Aktif dan Pelaksanaannya 

1. Lahirnya Politik Luar Negeri Bebas Aktif 

Secara resmi politik luar negeri Indonesia baru mendapatkan bentuknya pada saat Wakil Presiden Mohammad Hatta memberikan keterangannya kepada BP KNIP (Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat) mengenai kedudukan politik Indonesia pada bulan September 1948.

2. Politik Luar Negeri Indonesia Masa Demokrasi Parlementer 

Keikutsertaan Indonesia dalam membentuk solidaritas bangsa-bangsa yang baru merdeka dalam forum Gerakan Non-Blok (GNB) atau (Non-Aligned Movement/NAM). 

3. Politik Luar Negeri Indonesia Masa Soekarno  (Demokrasi Terpimpin) 

Pada masa Demokrasi Terpimpin (1959-1965), politik luar negeri Indonesia bersifat high profile, yang diwarnai sikap anti-imperialisme dan kolonialisme yang tegas dan cenderung bersifat konfrontatif. Soekarno dengan gencar melancarkan politik luar negeri aktif namun tidak diimbangi dengan kondisi perekonomian dalam negeri.

4. Politik Luar Negeri Indonesia Pada Masa Orde Baru 

Pada masa awal Orde Baru terjadi perubahan pada pola hubungan luar negeri Indonesia dalam segala bidang. Presiden Soeharto mengambil beberapa langkah kebijakan politik luar negeri(polugri), yaitu membangun hubungan yang baik dengan pihak-pihak Barat dan “good neighbourhood policy” melalui Association South East Asian Nation (ASEAN). Ada kesamaan kepentingan nasional antara negara-negara anggota ASEAN, yaitu pembangunan ekonomi dan sikap nonkomunis. 

5. Politik Luar Negeri Indonesia Era Reformasi 

Pada masa awal reformasi yang dimulai oleh pemerintahan Presiden B.J. Habibie, pemerintah Habibie disibukkan dengan usaha memperbaiki citra Indonesia di kancah internasional. Pada masa pemerintahan Presiden Abdurahman Wahid, hubungan RI dengan negara-negara Barat mengalami sedikit masalah setelah lepasnya Timor- Timur dari NKRI. Ancaman terhadap disintegrasi nasional di era Presiden Wahid menjadi kepentingan nasional yang sangat mendesak dan menjadi prioritas. Setelah Presiden Abdurahman Wahid turun dari jabatannya, Megawati dilantik menjadi Presiden perempuan pertama di Indonesia pada tanggal 23 Juli 2001. Presiden Megawati lebih memerhatikan dan memertimbangkan peran DPR dalam penentuan kebijakan luar negeri dan diplomasi seperti diamanatkan dalam UUD 1945. Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dilantik menjadi presiden Republik Indonesia ke-6 pada 20 Oktober 2004.

Ciri politik luar negeri Indonesia pada masa pemerintahan SBY, yaitu:

a) Terbentuknya kemitraan-kemitraan strategis dengan negara-negara lain (Jepang, China, India, dll).

b) Terdapat kemampuan beradaptasi Indonesia terhadap perubahanperubahan domestik dan perubahan-perubahan yang terjadi di luar negeri (internasional).

c) Bersifat pragmatis kreatif dan oportunis, artinya Indonesia mencoba menjalin hubungan dengan siapa saja (baik negara, organisasi internasional, ataupun perusahaan multinasional) yang bersedia membantu Indonesia dan menguntungkan pihak Indonesia.

d) Konsep TRUST, yaitu membangun kepercayaan terhadap dunia internasional. Prinsip-prinsip dalam konsep TRUST adalah unity, harmony, security, leadership, prosperity. Prinsip-prinsip dalam konsep TRUST inilah yang menjadi sasaran politik luar negeri Indonesia di tahun 2008 dan selanjutnya.

C. Peran Indonesia Dalam Upaya Menciptakan Perdamaian Dunia

1. Pelaksanaan Konferensi Asia-Afrika (KAA) 1955

Pada tanggal 18 April 1955 Konferensi Asia Afrika dilaksanakan di Gedung Merdeka Bandung. Konferensi dimulai pada pukul 09.00 WIB dengan pidato pembukaan oleh Presiden Republik Indonesia Ir. Soekarno. Sidangsidang selanjutnya dipimpin oleh Ketua Konferensi Perdana Menteri RI Ali Sastroamidjojo. Konferensi Asia Afrika di Bandung melahirkan suatu kesepakatan bersama yang merupakan pokok-pokok tindakan dalam usaha menciptakan perdamian dunia. 

2. Gerakan Non-Blok 

Gerakan Non-Blok (GNB) atau Non Align Movement (NAM) adalah suatu gerakan yang dipelopori oleh negara-negara dunia ketiga yang beranggotakan lebih dari 100 negara-negara yang berusaha menjalankan kebijakan luar negeri yang tidak memihak dan tidak menganggap dirinya beraliansi dengan Blok Barat atau Blok Timur. Gerakan Non Blok merepresentasikan 55 persen penduduk dunia dan hampir 2/3 keanggotaan PBB. 

3. Misi Pemeliharaan Perdamaian Garuda 

Sampai tahun 2014 Indonesia telah mengirimkan kontingen Garudanya sampai dengan kontingen Garuda yang ke duapuluh tiga (XXIII).

4. Pembentukan ASEAN 

Pada tanggal 5-8 Agustus di Bangkok dilangsungkan pertemuan antarmenteri luar negeri dari lima negara, yakni Adam Malik (Indonesia), Tun Abdul Razak (Malaysia), S. Rajaratnam (Singapura), Narsisco Ramos (Filipina) dan tuan rumah Thanat Khoman (Thailand). Pada 8 Agustus 1967 para menteri luar negeri tersebut menandatangani suatu deklarasi yang dikenal sebagai Bangkok Declaration. Deklarasi tersebut merupakan persetujuan kesatuan tekad kelima negara tersebut untuk membentuk suatu organisasi kerja sama regional yang disebut Association of South East Asian Nations (ASEAN). Komunitas ASEAN terdiri atas 3 (tiga) pilar, yaitu Komunitas PolitikKeamanan ASEAN (ASEAN Political-Security Community/APSC), Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community/AEC), Komunitas Sosial Budaya ASEAN (ASEAN Socio-Cultural Community/ ASCC). ASEAN mengesahkan Bali Concord II pada KTT ASEAN ke-9 di Bali tahun 2003 yang menyepakati pembentukan Komunitas ASEAN (ASEAN Community).

5. Organisasi Konferensi Islam 

Organisasi Konferensi Islam (OKI) adalah organisasi internasional yang anggotanya terdiri atas negara-negara Islam seluruh dunia. Organisasi ini didirikan pada tanggal 22 September 1969 saat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) negara-negara Islam di Rabat Maroko atas prakarsa Raja Faisal dari Arab Saudi dan Raja Hasan II dari Maroko. Latar belakang didirikannya organisasi dipicu oleh peristiwa pembakaran Mesjid Al Aqsho yang terletak di kota Al Quds (Jerusalem) pada tanggal 21 Agustus 1969. 

6. Deklarasi Djuanda 

Deklarasi Djuanda adalah suatu perjuangan bangsa Indonesia untuk memperjuangkan batas wilayah laut, sehingga wilayah Indonesia merupakan suatu kesatuan yang utuh dilihat dari berbagai aspek, yaitu aspek politik, sosial budaya, dan pertahanan keamanan. 

7. Jakarta Informal Meeting (JIM) I dan II 

Mengemban tugas sebagai “penghubung”, Indonesia mampu menjalankan fungsi tersebut dengan baik. Tercatat pada pertengahan tahun 1987 Indonesia memprakarsai Cocktail Party sehingga berhasil mendapatkan kesepakatan Ho Chi Minh City Understanding antara Menlu RI-Menlu Vietnam dan ditindak lanjuti dengan Jakarta Informal Meeting (JIM) I. Pertemuan yang merupakan babak baru dalam upaya mewujudkan perdamaian ini untuk pertama kalinya berhasil mempertemukan masing-masing faksi yang bertikai di Kamboja. Dengan demikian, Indonesia memainkan peran sentral dalam upaya mediasi penyelesaian konflik internal di Kamboja. Perkembangan dari pembicaraan tersebut kemudian dilanjutkan melalui Jakarta Informal Meeting II (JIM II) .

Posting Komentar

0 Komentar