Serangan umum pada tanggal 1 Maret merupakan serangan yang dilakukan oleh Divisi III/GM III pangkat tertinggi untuk merebut kembali Kota Yogyakarta, dan sekaligus merupakan sinyal bahwa Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan Republik Indonesia masih kuat. menjadi lebih diperkuat. Tujuan utama penyerangan tersebut adalah untuk melemahkan semangat Belanda dan menunjukkan kepada masyarakat internasional bahwa tentara Indonesia mampu melakukan perlawanan.
Latar Belakang Serangan 1 Maret
Tujuan utama dari rencana ini adalah untuk menginformasikan kepada masyarakat internasional tentang keberadaan Republik Indonesia dengan menunjukkan kehadiran Tentara Nasional Indonesia. Untuk mendemonstrasikan keberadaan TNI, anggota UNCI, reporter sulap dan pengamat militer harus bertemu dengan perwira berseragam TNI. Setelah diskusi panjang lebar, rencana besar yang diajukan oleh Hutagalung disetujui, dan khususnya untuk "serangan dahsyat" ke kota metropolis, Kolonel Bambang Sugeng, komandan III/GM III, berpendapat bahwa Yogyakarta akan menjadi sasaran serangan dramatis.
Bambang Sugeng menyebutkan tiga alasan penting menjadikan Yogyakarta sebagai destinasi utama :
1. Karena Yogyakarta adalah ibu kota Republik Indonesia, jika bisa direbut bahkan untuk beberapa jam saja, akan berdampak besar pada ofensif Indonesia melawan Belanda.
2. Hotel Merdeka Yogyakarta memiliki banyak wartawan hebat, juga delegasi UNCI (KTN) dan pengamat militer PBB. 3. Karena langsung berada dalam lingkup Divisi III / GM III, tidak diperlukan persetujuan komandan/CEO lain dan semua unit memahami dan mengendalikan situasi/ruang lingkup.
Selain itu, sejak perintah taktis Panglima Divisi III/Gubernur III dikeluarkan pada tanggal 1 Januari 1949, serangan berantai terhadap tentara Belanda, beberapa serangan umum diluncurkan di wilayah divisi III/GM III. ... seluruh Divisi 3 dilatih untuk menyerang pertahanan Belanda.
Kronologi Serangan
Tepat pada pagi hari tanggal 1 Maret 1949, serangan besar-besaran mulai berpusat di Yogyakarta, ibu kota Indonesia saat itu. Serangan juga dilakukan di beberapa kota lain, seperti Solo dan Magellan, untuk menggagalkan dukungan pasukan Belanda. Saat itu posko berada di Desa Muto. Tepat pukul 6 pagi, sirene berbunyi dan serangan dilakukan di seluruh kota. Serangan dibagi menjadi 5 sektor.
1. Kota dipimpin oleh Letnan Marsudi.
2. Barat dipimpin oleh Letkol Ventje Sumual
3. Utara dipimpin oleh Mayor Kusno
4. Selatan dipimpin oleh Mayor Sarjono
5. Timur dipimpin oleh Mayor Sarjono
Tujuan utama dari rencana ini adalah untuk menunjukkan keberadaan TNI dan menginformasikan kepada masyarakat internasional tentang keberadaan Republik Indonesia. Untuk mendemonstrasikan keberadaan TNI, anggota UNCI, wartawan asing, dan pengamat militer diharuskan bertemu dengan perwira berseragam TNI. Setelah diskusi panjang lebar, rencana ambisius yang diajukan oleh Hutagalung disetujui, dan khususnya untuk "serangan glamor" ke metropolis Divisi III/GM III Kolonel Bambang Sugeng bersikeras agar Yogyakarta menghadapi serangan dramatis.
Selain itu, sejak pecahnya perang gerilya, kepemimpinan pemerintahan sipil, termasuk Gubernur Soso Negoro, warga provinsi, dan bupati, selalu terlibat dalam pertemuan-pertemuan penting dan pengambilan keputusan, dan kerjasamanya sangat baik. sejauh ini. Oleh karena itu, tidak diragukan lagi bahwa dukungan, khususnya di bidang logistik, dapat diberikan oleh semua orang. Selanjutnya kita akan membahas pihak mana dan siapa yang harus berpartisipasi. Untuk skenario yang disebutkan di atas, Anda akan menemukan anak-anak muda yang tinggi, kuat, yang fasih berbahasa Belanda, Inggris atau Prancis dan dapat mengenakan seragam perwira TNI dari sepatu hingga topi.
Mereka harus sudah siap di kota, dan pada saat penyerangan dimulai, mereka harus masuk ke Hotel Merdeka untuk menunjukkan diri kepada anggota UNCI dan koresponden asing di hotel. Panglima Divisi PEPOLIT Dephan PEPOLIT yang juga berkedudukan di Gunung Sumbing akan bertugas mencari generasi muda yang memenuhi kriteria, khususnya yang fasih berbahasa Belanda dan Inggris.
Hal penting yg kedua adalah, dunia internasional harus mengetahui adanya Serangan Tentara Nasional Indonesia terhadap tentara Belanda, terutama terhadap Yogyakarta, Ibukota Republik. Dalam menyebarluaskan berita ini ke dunia internasional maka dibantu oleh Kol. T. B. Simatupang yg bermarkas di Pedukuhan Banaran, desa Banjarsari, untuk menghubungi pemancar radio Angkatan Udara RI [AURI] di Playen, dekat Wonosari, agar sesudah serangan dilancarkan berita mengenai penyerangan besarbesaran oleh TNI atas Yogyakarta segera disiarkan. Sebagai KSAD, TB Simatupang lebih mahir menyampaikan informasi ini kepada TNI AU daripada perwira Angkatan Darat. Jika Belanda melihat Yogyakarta diserang besar-besaran, agaknya dibantu oleh kota-kota lain di Jawa Tengah yang memiliki tentara Belanda yang kuat seperti Magelang, Semarang dan Solo.
Jarak ke Jogja Magellan hanya sekitar 34 jam. Solo yoga sekitar 45 jam dan Semarang yoga sekitar 67 jam. Magelang dan Semarang [Barat] berada di bawah kekuasaan Divisi III GM III, sedangkan Solo berada di bawah komando Panglima Divisi II/GM II Kolonel Gatot Subroto. Akibatnya, serangan dari Divisi II dan III terkoordinasi dengan baik untuk memungkinkan operasi militer gabungan dilakukan dalam jangka waktu yang ditentukan, yang dapat menghentikan atau setidaknya memperlambat dukungan Belanda untuk Solo.
Penyerangan terhadap kota Solo yang juga dilakukan secara besar-besaran dapat mempertahankan solo Belanda dan tidak dapat mengirimkan dukungan ke Yogyakarta yang sedang diserang secara besar-besaran dari Solo - Yogyakarta brigade IX memindahkan bala bantuan Belanda dari Magerlanga ke Yogyakarta bisa tertunda. Pasukan Belanda di Magelang menerobos perlawanan republik dan mencapai Yogyakarta sekitar pukul 11 siang.
Tujuan Serangan
Serangan Umum 1 Maret sangat penting dan bertujuan baik di dalam maupun di luar negeri. Tujuan umum dari serangan ini adalah sebagai berikut.
1. Ke dalam:
- Mendukung perjuangan diplomasi;
- Meninggikan semangat rakyat dan TNI yang sedang bergerilya; dan
- Secara tidak langsung telah mempengaruhi sikap para pemimpin negara federal bentukan Belanda (seperti negara Pasundan, negara Sumatra Timur dan negara Indonesia Timur) yang tergabung dalam Bijeenkomst Federal Voor Overleg (BFO).
2. Ke luar:
- Menunjukkan kepada dunia internasional bahwa TNI masih ada dan mampu mengadakan serangan; dan
- Mematahkan moral pasukan Belanda.
0 Komentar